Setiap orang yang
datang kepadaKu dan mendengarkan perkataanKu serta melakukannya – Aku akan
menyatakan kepadamu dengan siapa ia dapat disamakan – ,
(Luk. 6:47).
Lukas mengutip sabda Yesus ini lalu menambahkan lagi
penjelasannya pada baris-baris kalimat seterusnya (Luk. 6:48-49). Pada penjelasan
itu, Yesus menyamakan orang yang mendengarkan
dan melakukan perkataanNya dengan
orang yang membangun rumah di atas batu. Sebaliknya, orang yang mendengar tetapi tidak melakukan perkataanNya
itu sama dengan orang yang membangun rumah di atas tanah. Rumah yang pertama
kokoh-kuat, tetapi yang lain rubuh dan rusak parah.
Mari kita telusuri lebih dalam gaya bahasa Lukas yang
dikutipkan di atas. Sesungguhnya, gaya bahasa itu mengingatkan kita akan gaya
bahasa Yohanes dalam tulisannya (injil). Bisa dilihat dalam Yoh. 6:35 sampai
seterusnya. “Kata Yesus kepada mereka: Akulah roti hidup; barangsiapa datang
kepadaKu, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepadaKu, ia tidak
akan haus lagi.”
Mendengarkan dan
melakukan merupakan tindakan yang seharusnya
sepadan. Di bagian lain, Lukas mengutip dua tindakan penting ini: “IbuKu dan saudara-saudaraKu
ialah mereka, yang mendengarkan
firman Allah dan melakukannya” (Luk.
8:21).
Kalau di dalam Injil Yohanes (6:35) Yesus menunjukkan
diriNya sebagai roti hidup, maka orang yang datang atau orang yang percaya
kepadaNya tidak akan lapar dan haus lagi. Ini sejalan dengan mendengarkan dan melakukan sabdaNya. Pertama-tama adalah percaya kepada Yesus, lalu mendengarkanNya
dan melakukan apa yang didengar dariNya supaya kebutuhan hidup kekal terpenuhi.
Atau, minimal seperti orang yang mendirikan rumahnya dengan meletakkan dasarnya
di atas batu sehingga rumah itu kuat dan tidak dapat digoyahkan (Luk. 6:48). Kiranya
Matius menuliskan tentang hal ini dengan jelas dalam Injilnya, “Ada tertulis:
Manusia hidup bukan hanya dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar
dari mulut Allah” (Mat. 4:4).
Gereja dapat hidup karena ia mendengar dan melakukan sabda
Yesus. Tradisi yang hidup sejak Gereja Perdana memang demikian. Para Rasul
(serta Maria dan murid-murid Yesus yang lain) percaya kepada Yesus, mendengarkan
Yesus dan melakukan sabda Yesus; tentu proses ini dapat terjadi karena bantuan
Roh Kudus yang hidup dalam diri mereka (bdk. KGK 83). Mereka semua layak
disebut sebagai Ibu dan saudara-saudara Yesus. Yesuslah roti hidup sehingga Para
Rasul yang percaya kepadaNya memperoleh hidup di dalam Dia.
Oleh karena
mereka adalah orang-orang terdekat Yesus, maka mereka memiliki wewenang untuk
mengajarkan hal yang sama dari Yesus kepada anggota-anggota Gereja yang lain,
yang membuka diri untuk percaya kepada Yesus. Ini ditegaskan sendiri oleh
Yesus: “Barang siapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku” (Luk. 10:16). “Wewenang Mengajar itu tidak berada di atas Sabda
Allah, melainkan melayaninya, yakni dengan hanya mengajarkan apa yang
diturunkan saja, sejauh Sabda itu, karena perintah ilahi dan dengan bantuan Roh
Kudus, didengarkannya dengan khidmat, dipelihara dengan suci, dan
diterangkannya dengan setia; dan itu semua diambilnya dari satu perbendaharaan
iman itu, yang diajukannya untuk diimani sebagai hal-hal yang diwahyukan oleh
Allah” (KGK 86).
Sikap mendengar dan melakukan adalah penting dalam iman akan Yesus. Kita
mendengarkan sang Roti Hidup supaya dikenyangkan dan tidak haus lagi. Jadi, selain
mendengarkan dan melakukan sabda Yesus merupakan suatu kepenuhan eskatologis (pemenuhan
akan Kerajaan Allah) bagi GerejaNya, juga merupakan suatu otoritas yang diberikan
Yesus kepada Gereja untuk menjaga dan melestarikan ajaranNya agar orang tidak
tersesat. Dengan kata lain, Gereja mengajarkan ajaran Yesus, kita mendengarkan
dan melakukannya supaya dikenyangkan dan tidak haus lagi serta kokoh kuat
membangun hidup, tetapi juga kelak memperoleh kebahagiaan kekal saat kedatangan
Yesus untuk kedua kalinya.