Iman dan Hamba

Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan (Luk. 17:7).

 Iman menjadi tema sentral yang diwartakan Gereja di hari Minggu Biasa XXVII (Tahun C) ini. Dua ayat sebelum ayat di atas ini berbicara tentang permintaan para Rasul kepada Yesus untuk menambahkan iman mereka. Yesus tidak secara langsung memenuhi permintaan itu, malahan seakan-akan Ia menunjukkan dan menyesali iman yang, katakanlah ‘kurang,’ dimiliki mereka. “Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu” (Luk. 17:6). Jelas, iman sebesar biji sesawi saja, apabila kuat, orang dapat memindahkan pohon atau gunung sekalipun.

Kalau demikian, apa dan bagaimana itu iman?

Gereja Katolik mengajarkan: Apabila kita mengakui iman kita, kita mulai dengan kata-kata: “Aku percaya” atau “kami percaya.” Sebelum kita menguraikan kepercayaan Gereja seperti yang diakui dalam syahadat, dirayakan dalam liturgi, dihayati dalam pelaksanaan perintah-perintah dan dalam doa, kita menanyakan kepada diri sendiri, apa artinya “percaya.” Kepercayaan adalah jawaban manusia kepada Allah yang mewahyukan dan memberikan Diri kepada manusia dan dengan demikian memberikan kepenuhan sinar kepada dia yang sedang mencari arti terakhir kehidupannya (KGK 26). Persis seperti St. Agustinus dalam pencarian imannya yang terus-menerus. “Aku percaya,” itulah iman Gereja, sebagaimana setiap orang beriman mengakui secara pribadi, terutama pada waktu Pembaptisan. “Kami percaya” itulah iman Gereja, sebagaimana para Uskup yang berkumpul dalam konsili itu mengakui, atau lebih umum, sebagaimana umat beriman mengakui dalam liturgi. “Aku percaya:” demikianlah juga Gereja, ibu kita berbicara, yang menjawab Allah melalui imannya dan yang mengajar kita berkata: “aku percaya,” “kami percaya” (PF 10). Iman adalah satu ikatan pribadi manusia seutuhnya kepada Allah yang mewahyukan Diri. Di dalamnya terdapat persetujuan akal budi dan kehendak terhadap wahyu Diri Allah melalui perbuatan dan perkataan-Nya (KGK 176).

Paus emeritus, Benedictus XVI dalam motu proprio, “Porta Fidei, no 7 menggambarkan: Iman itu bertumbuh apabila ia dihidupi sebagai pengalaman kasih yang sudah diterima, juga bila ia dikomunikasikan sebagai suatu pengalamann rakhmat dan kebahagiaan. Iman itu membuat kita berbuah subur, sebab dia memperluas hati kita dalam harapan dan memampukan kita untuk memberi kesaksian yang juga menghidupkan: memang, iman itu membuka hati dan budi siapa saja yang mendengar dan menjawab undangan Tuhan untuk tetap setia kepada sabda-Nya dan menjadi murid-Nya. Demikianlah St. Yakobus menegaskan, “Tetapi iman tanpa perbuatan adalah mati” (Yak 2:26). Iman tanpa harapan dan kasih tidak sepenuhnya mempersatukan orang beriman dengan Kristus dan tidak menjadikannya anggota yang hidup dalam Tubuh-Nya (KGK 1815). Maka sesuai dengan seruan rasul Paulus kepada Timotius, seorang Kristen “janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita” dengan kata dan perbuatan (2Tim 1:8).


Karena iman itu begitu dalam, Yesus memberikan contoh kiasan atau perumpamaan “Tuan dan Hamba” (Luk. 17:7-10) kepada para Rasul-Nya. Contoh ini begitu sederhana dan dapat dipahami sebagai inti dari iman Kristen. Iman Kristen seperti seorang hamba yang melayani tuannya dengan setia, ia melakukan apa yang seharusnya dilakukan, tanpa perlu gaji atau upah. Ia bekerja dengan tekun dan sabar untuk menyenangkan hati tuannya, melakukan apa yang dikatakan tuannya kepadanya. “Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.” Sabda Yesus ini diwujudkan-Nya sendiri dalam peristiwa wafat-Nya di salib. Karena taat kepada Bapa, Ia rela menderita dan memberikan nyawa-Nya bagi semua orang. Maka jelaslah, iman bukan sesuatu yang kosong, tetapi kepercayaan utuh kepada Allah dan terungkap dalam perbuatan kasih yang menghidupkan. Itulah kesadaran untuk merendahkan hati, mengorbankan diri, dan melakukan segala sesuatu dengan tulus-ikhlas tanpa pamor dan gila hormat. “Bila engkau tenggelam di dalam iman Katolik, engkau akan mengerti ini dengan sempurna.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar