Orang Samaria dan Belaskasih

Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati (Luk. 10:30).

Kisah ini mungkin tidak asing lagi bagi kita, dimana Yesus menceritakan kisah seorang Samaria yang murah hati kepada seorang ahli Taurat yang mencobai-Nya. “Guru, apa yang kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” dan “siapakah sesamaku manusia?” adalah pertanyaan sang ahli Taurat. Sedikit aneh di sini. Bagaimana mungkin seorang ahli Taurat tidak mengetahui tentang isi hukum Taurat yang membahas tentang cinta kepada Tuhan dan sesama? Ya, namanya juga “mencobai” jadi kita dapat memahaminya.

Akan tetapi, kebijaksanaan Yesus nampak di sini dan mematahkan ‘kebusukan’ hati sang ahli Taurat. Yesus merujuk kepada hukum kasih yang ditujukan kepada Allah dan sesama, dimana sang ahli Taurat sendiri menjawab pertanyaan-Nya (Luk. 10:27). Pertanyaan kedua sang ahli Taurat dijawab Yesus dengan kisah menarik yang dimaksudkan di atas, orang Samaria yang murah hati. Cerita ini dipaparkan Yesus agar memperlihatkan solidaritas kepada sesama manusia, terutama solidaritas kepada mereka yang menderita, susah dan tak berdaya. Namun solidaritas ini tidak dapat diwujudkan tanpa kasih atau kemurahan hati. Ahli Taurat itu dapat melihat hal ini dengan jelas sehingga ia mengakuinya.

Bukan rahasia lagi kalau orang Yahudi tidak menyukai orang Samaria. Orang Samaria adalah kaum campuran, antara Yahudi dan bangsa asing atau bidaah sehingga harus dihindari karena dianggap tidak asli lagi sebagai orang Yahudi. Di satu sisi, orang Yahudi dituntut lebih untuk menepati perintah kasih kepada sesama, tetapi imam dan Lewi justru menunjukkan penolakan terhadap sesama mereka di antara Yerusalem dan Yerikho. Di sisi lain, orang Samaria, yang hanya dapat dibenci, justru menunjukkan kasihnya kepada sesama yang menderita. Orang Samaria itu menyiraminya dengan minyak dan anggur, membalut luka-luka orang yang menderita itu, menaikannya ke atas keledai tunggangan, membawa ke tempat penginapan lalu merawatnya. Jelas, solidaritas orang Samaria ini menunjukkan pengenalannya kepada sesamanya manusia.

Gambaran utama untuk meneladani solidaritas seperti yang diwujudkan orang Samaria itu adalah Yesus sendiri. Keempat Injil mengulas secara rinci mengenai hal ini. Bahkan hukum Injil “memenuhi,” menghaluskan, melebihi, dan menyempurnakan hukum lama (Bdk. Mat 5:17-19). Dalam sabda bahagia ia memenuhi janji-janji ilahi, dengan meninggikannya dan mengarahkannya kepada Kerajaan surga. Ia menyapa mereka yang rela menerima harapan baru ini dengan percaya: orang miskin, orang yang rendah hati, yang berdukacita, manusia yang suci hatinya, dan mereka yang dianiaya demi Kristus. Dengan demikian ia merintis jalan-jalan Kerajaan Allah yang tidak diduga sama sekali (KGK 1967). Solidaritasnya kepada manusia dibuktikan secara nyata dalam sengsara dan wafat-Nya di kayu salib. Ia datang ke dunia, membalut luka-luka dosa kita, dan mengangkat kita untuk bangun dan mengikuti-Nya ke surga.

Jadi, sebetulnya cerita orang Samaria yang murah hati itu adalah diri-Nya sendiri yang selalu tergerak hati-Nya oleh belas kasihan. Belas kasihan Kristus kepada orang sakit dan penyembuhan segala macam penyakit (bdk. Mat 4:24) yang dilakukan-Nya, adalah tanda-tanda nyata bahwa “Allah... telah melawat umat-Nya” (Luk 7:16) dan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat sekali. Yesus mempunyai kuasa, tidak hanya untuk menyembuhkan, tetapi juga untuk mengampuni dosa (bdk. Mrk 2:5-12). Ia telah datang untuk menyembuhkan manusia seutuhnya - jiwa dan badan. Ia adalah dokter, yang orang-orang sakit butuhkan (bdk. Mrk 2:17). Belas kasihan Nya kepada orang yang menderita sekian dalam, sampai Ia menyamakan diri-Nya dengan mereka: “Ketika Aku sakit, kamu melawat Aku” (Mat 25:36). Cinta-Nya yang khusus kepada orang sakit menggerakkan warga Kristen sepanjang sejarah agar memperhatikan mereka yang menderita, baik badan maupun jiwa. Cinta itu mengajak supaya berusaha tanpa kenal lelah untuk meringankan nasib mereka (KGK 1503). Cinta dan belas kasihan Allah sudah sepatutnya menjadi milik kita, warga Kristen!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar