Siapa yang diselamatkan? (1)

Dear Catholic Church
Mat. Luk. 13:22-30, Spirit Gereja Kristus

Siapa yang diselamatkan? - "Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu!" (Luk. 13:24).

Pikiran pokoknya ialah Israel ditolak oleh Allah, sedangkan bangsa-bangsa bukan Yahudi dipanggil untuk keselamatan. Hubungan (darah/keturunan) Yesus dengan orang Yahudi tidak berarti sama sekali untuk mencegah diri dari penolakan oleh karena kelakuan yang tidak sesuai.

Dengan demikian banyak orang tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah (keselamatan), sehingga orang-orang terdahulu (bangsa Yahudi) menjadi orang terakhir. Mereka justru akan menyaksikan orang bukan golongan mereka masuk dan menduduki tempat mereka sendiri pada perjamuan Mesias di dalam Kerajaan Allah.

Yesus membuka harapan bagi orang lain untuk menyambut Kerajaan Allah. Tetapi harapan itu disertai dengan perbuatan, yaitu perjuangan untuk menjadi seperti Dia sendiri. Isi dari perjuangan itu adalah pertobatan, penderitaan dan pengorbanan diri yang tiada batas. Ini tak lain adalah membantu mengangkat yang kecil, hina, dina, papah, miskin, semuanya kepada kebahagiaan mereka.

So, pertanyaan "Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?" dijawab oleh Yesus secara tepat! Pintu itu adalah Yesus sendiri. Barangsiapa yang mau masuk ke dalam Kerajaan Allah haruslah melalui Dia, sebab pintu sejati adalah Kristus yang wafat dan bangkit. Ikut jalan Kristus sama halnya dengan mengikuti jalan kemenangan, yaitu melewati pintu yang sesak.

Eng’Co, Sang Pejuang Kecil

Ahli-ahli Taurat dan Orang-orang Farisi

Dear Catholic Church
Mat. 23:1-12, Spirit Gereja Kristus

AHLI-AHLITAURAT&ORANG-ORANGFARISI~Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkan tetapi tidak melakukannya (Mat. 23:2-3).

Yesus tidak segan-segan mengkritik mereka-mereka itu. Segala sesuatu yang mereka ajarkan, lakukanlah itu! Begitulah yang diinginkan Yesus bagi para pengikut-Nya, orang Kristen. Namun demikian, ajaran yang dimaksudkan Yesus untuk dilakukan adalah sejauh yang mereka lanjutkan dari tradisi Musa (Perjanjian Lama). Tidak termasuk di dalamnya penafsiran mereka sendiri. Yesus telah memberikan pendapat-Nya terhadap penafsiran mereka itu.

Lihatlah ‘perbandingan’ yang diutarakan Yesus tentang Perintah Allah dan Adat-istiadat Yahudi (bdk. Mat. 15:1-20). Beberapa ahli Taurat dan orang Farisi berbicara soal tradisi pembasuhan tangan sebelum makan, namun Yesus mengkritik mereka. Mereka lebih menghormati tradisi nenek moyang mereka tetapi tidak menuruti firman Allah, yang jelas jauh lebih berguna daripada tradisi itu. Tradisi pembasuhan tangan diperhatikan, tetapi firman Allah diabaikan?

Ini tidak benar, maka perlu diluruskan oleh Yesus. Yang jelas, menghormati bapa dan ibu sendiri lebih berguna ketimbang memperhatikan hal kecil seperti tradisi membasuh tangan sebelum makan itu. Maka tidak heran Yesus mengutip nubuat Yesaya: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia (Mat. 15:8-9).

Kritikan lain yang dicatat Matius adalah soal ragi orang Farisi dan Saduki (Mat. 16:6). Seperti ragi yang dapat mengkhamirkan seluruh adonan, tetapi juga dapat membusukkannya. Demikianpun ajaran sesat yang dianut para pemimpin Yahudi dapat menyesatkan seluruh bangsa yang mereka bimbing. Inilah yang dimaksudkan dengan sabda-Nya, Jika orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam lobang (Mat. 15:14).

Semua ini dilakukan Yesus agar orang dapat membedakan antara ajaran dan perbuatan orang lain. Apa yang dilakukan Yesus ini sangat detail sehingga kebenaran terungkap. Sesungguhnya kiritikan-kritikan Yesus ini tajam dan meluruskan pemahaman orang banyak yang mengikuti-Nya supaya hidup dalam kebenaran itu. Maka jalan satu-satunya untuk mengikuti Allah, yaitu Sang Kebenaran sejati, adalah mendengarkan Yesus dan menjadi seperti Dia. Sebab Ia sendiri pernah bersabda Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku (Yoh. 14:6).

Eng’Co, Sang Pejuang Kecil


Perjamuan Kawin

Dear Catholic Church
Mat. 22:1-14, Spirit Gereja Kristus

PERJAMUANKAWIN~”Hai saudara, bagaimana engkau masuk ke mari dengan tidak mengenakan pakaian pesta?” (Mat. 22:12). Satu pertanyaan ini terdapat dalam perumpamaan tentang perjamuan kawin yang diceritakan Yesus kepada imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi.

Ada pun undangan perjamuan kawin itu sudah disebarkan tetapi orang mengurung diri untuk hadir di sana. Kelihatannya kesibukan masing-masing orang lebih penting daripada undangan itu. Maka semua orang yang ada di persimpangan-persimpangan jalan, yaitu orang-orang jahat dan orang-orang baik, semuanya dikumpulkan untuk mengikuti perjamuan itu.

Ciri perumpamaan ini alegoris, sama halnya dengan perumpamaan sebelumnya (Mat. 21:33-41) dan memiliki maksud yang sama. Raja dalam perumpamaan itu ialah Allah yang memerintah. Perjamuan kawin itu sendiri melukiskan kebahagiaan di zaman Mesias, yaitu Yesus. Sedangkan anak raja itu tidak lain adalah Mesias ini. Hamba-hamba yang disuruh raja ialah para nabi dan rasul. Sebaliknya, para undangan yang tidak mengindahkan undangan raja ialah orang Yahudi. Mereka yang mengindahkan undangan itu ialah orang berdosa dan kaum kafir. Kota yang terbakar adalah Yerusalem yang dimusnahkan.

Catatan khusus bagi ‘saudara’ yang tidak mengenakan pakaian pesta. Orang yang diundang lalu menerima undangan itu, sudah selayaknya mengenakan pakaian pesta. Ini menjadi suatu keharusan, apalagi dalam suatu pesta perkawinan. Demikianlah iman harus diselaraskan dengan perbuatan benar (bdk. Mat. 3:8, 5:20, 7:21, 13:47 dst., 21:28 dst.). Sikap tobat, hidup keagamaan yang benar, melakukan kehendak Allah, merupakan ciri-ciri orang yang menanggapi undangan pesta itu secara tepat dan dinyatakan layak masuk ke dalam Kerajaan Sorga.

Eng’Co #pejuangkecil


Perkawinan

DEAR CATHOLIC CHURCH
Mat. 19:3-12 [HB (H), 12/8, Thn C/II]
Spirit Katolik, Gereja Kristus

PERKAWINAN~”Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia" (Mat. 19:5-6).

“Perjanjian Perkawinan, dengan mana pria dan wanita membentuk antar mereka kebersamaan seluruh hidup, dari sifat kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-isteri serta pada kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan Perkawinan antara orang-orang yang dibaptis diangkat ke martabat Sakramen” (CIC, can. 1055, § 1) #KGK1601. Ini adalah ajaran sekaligus hukum yang bersumber dari firman Allah sendiri.

Ingatlah bahwa sejak semula Allah, Sang Pencipta, menjadikan manusia laki-laki dan perempuan (Kej. 2:8-25, Mat. 19:4). Mat. 19:5 (Kej. 2:24) menjadi penegasan Yesus untuk menunjuk dasar perkawinan, yaitu persekutuan (consortium) seluruh hidup antara pria dan wanita. Keduanya diciptakan satu untuk yang lain; “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja” (Kej. 2:18). Wanita adalah “daging dari dagingnya,” artinya ia adalah partner sederajat dan sangat dekat. Ia diberikan oleh Allah kepadanya sebagai penolong dan dengan demikian mewakili Allah, pada-Nya kita beroleh pertolongan, #KGK1605.

Secara mutlak Yesus menegaskan dan mempertahankan bahwa perkawinan tidak dapat diceraikan oleh manusia (bdk. Mat. 19:6). Sebab persekutuan hidup yang telah dibangun oleh pria dan wanita sudah menjadi “satu daging,” di mana Allah sendirilah yang mengadakannya dan mengukuhkannya dengan hukum-hukum-Nya … Allah sendirilah Pencipta Perkawinan. #KGK1603. Maka kehadiran Yesus pada pesta perkawinan di Kana itu suatu penegasan bahwa Perkawinan adalah sesuatu yang baik, dan pernyataan bahwa mulai sekarang Perkawinan adalah suatu tanda kehadiran Kristus yang berdaya guna. #KGK1613.

Hanya “ketegaran hati”lah yang dapat ‘menghalalkan’ perceraian, seperti surat cerai yang diberikan oleh Musa (Mat. 19:8). Dosa ketidaksetiaanlah perusak keluhuran martabat Perkawinan. Namun bukan berarti Yesus mengizinkan perceraian kalau ada zinah – dapat kawin lagi – (Mat. 19:9). Ia hanya menyesuaikan diri dengan apa yang diizinkan hukum Musa yang justru dikecam-Nya. Perkawinan tetaplah tak terceraikan! Yesus tidak meletakkan kepada suami isteri beban yang tidak terpikulkan, yang lebih berat lagi daripada hukum Musa. Ia sendiri memberi kekuatan dan rahmat, untuk dapat menghidupkan Perkawinan dalam sikap baru Kerajaan Allah. #KGK1615.

Eng’Co
#pejuangkecil

Anak Kecil & Sorga

Mat. 18:1-5,10,12-14.
Spirit Katolik, Gereja Kristus

ANAKKECIL&SORGA~”Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?” (Mat. 18:1). Demikian para murid bertanya kepada Yesus. Yesus menempatkan seorang anak kecil di tengah mereka dan memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Ada semacam tingkatan dalam jawaban itu. Pertama, orang perlu bertobat dahulu lalu menjadi sama seperti anak-anak kecil (Mat. 18:3). Kedua, merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil (Mat. 18:4). Yesus menunjuk dengan pasti bahwa tingkatan kedua ini merupakan alasan seseorang dinyatakan sebagai yang terbesar dalam Kerajaan Sorga.

Matius mengartikan Kerajaan Surga sama dengan Kerajaan Allah. Dan tujuan hidup orang Kristen adalah mewarisi Kerajaan Allah itu. Warisan ini diperoleh dengan menerima Yesus dan menjadi anggota Gereja, Israel Baru. “Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku” (Mat. 18:5). Yesus membuka wawasan para murid bahwa untuk menjadi seperti seorang anak, kesederhanaanlah wujudnya (bdk. Mat. 18:4). Dan, kesederhanaan itu tidak lain adalah merendahkan diri melalui jalan pertobatan.

Penegasan Yesus jelas, bahwa untuk menjadi yang terbesar dalam Kerajaan Sorga, orang harus masuk terlebih dahulu ke dalam Kerajaan itu. Bagaimana mungkin menjadi yang terbesar tetapi tidak memperoleh Sorga? Maka Yesus berpesan supaya jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil. Kerena di Sorga itu, ada malaikat mereka yang selalu memandang wajah Bapa-Nya (Mat. 18:10). Meski begitu, memandang wajah Bapa bukan menjadi penekanannya, melainkan pergaulan tetap dan mesra para malaikat dengan Bapa (bdk. Mzm. 11:7).

Bertobat dan menjadi seperti anak kecil adalah pijakan menuju Kerajaan Allah, Sorga. Inilah yang dilakukan Yesus, mewartakan pertobatan, yaitu kabar baik. Dengan cara ini, Ia menghimpun semua orang untuk masuk ke dalam Kerajaan itu. Sebab Bapa tidak menghendaki supaya seorangpun hilang dari pada-Nya (Mat. 18:14). Dari pertobatan, kita menemukan identitas kita sebagai anak Bapa lalu bersikap sederhana: adil dan tulus, dan kelak diperkenankan untuk memandang wajah-Nya.

Eng’Co
#pejuangkecil


Penderitaan & Pajak

PENDERITAAN&PAJAK~Matius mencatat penderitaan Yesus dengan teliti. Sebanyak empat kali, ia menulis tentang ‘pemberitahuan penderitaan Yesus’ kelak (Mat. 16:21-28, 17:22-23, 20:17-19, 26:1-5). Ini sesuai dengan tema sentral yang diutarakan Matius dalam tulisannya, yaitu Yesus adalah Raja yang menyelamatkan dunia. Ini kabar baik! Dan isi kabar baik ini memiliki maknanya dalam penderitaan yang dialami sendiri oleh Yesus.

“Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia dan mereka akan membunuh Dia dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan” (Mat. 17:22-23). Ini diungkapkan sendiri oleh Yesus di Galilea untuk kedua kalinya, sebagaimana yang sudah diketahui-Nya dalam perjalanan menuju puncak penyelamatan yang dibuat-Nya sendiri: derita, wafat dan bangkit. Apa yang dialami Yesus ini ditaruh dalam perspektif pemenuhan akan nubuat Perjanjian Lama. Derita-Nya adalah jalan baru, Perjanjian Baru, yang mengubah kematian menjadi kehidupan.

Dalam perjalanan-Nya menuju Yerusalem itu, Yesus diperhadapkan dengan persoalan bea dan pajak. Bea dua dirham (Mat. 17:24) yang mesti dibayar itu ‘dilunasi’ Yesus dengan meminta Petrus untuk pergi menemukannya pada mulut ikan yang dipancingnya di danau (Mat. 17:27). Yang diperoleh Petrus justru empat dirham, itu untuk Yesus dan Petrus sekaligus.

“Apakah pendapatmu, Simon? Dari siapakah raja-raja dunia ini memungut bea dan pajak? Dari rakyatnya atau dari orang asing?” (Mat. 17:25). Bea dua dirham itu adalah pajak pribadi yang setiap tahun ditarik untuk keperluan-keperluan Bait Allah. Ini dibayarkan oleh rakyat. Uniknya, Yesus menggunakan istilah Ibrani “anak” untuk menerangkan rakyat itu. Hal ini untuk menunjuk diri-Nya sebagai “Anak” dalam karya penyelamatan-Nya (bdk. Mat. 3:17, 17:5, dan 10:32 dst., 11:25-27 dll.). Ini sekaligus menunjuk murid-murid-Nya sebagai saudara-saudara-Nya (Mat. 12:50), dan anak Bapa yang sama (Mat. 5:45). Jadi, sebagai rakyat Yesus taat untuk membayar bea dua dirham itu (meskipun sebenarnya Ia dibebaskan untuk itu), tetapi sekaligus menekankan identitas diri-Nya sebagai Anak yang akan menanggung penderitaan.

Yesus menghindari kebiasaan orang banyak yang sering menjadi batu sandungan dalam hal pembayaran bea dan pajak. Ia lebih memilih untuk terlibat dan menjadi rakyat yang jujur. Malahan, penderitaan Yesus nantinya merupakan “batu loncatan” bagi keselamatan semua orang. Ia justru menjadi alasan bagi kita untuk sampai kepada Bapa dengan derita yang dialami-Nya. Maka ‘pajak’ kita kepada Allah adalah penderitaan (pengorbanan – pemberian diri) yang kita alami demi kebaikan orang lain.

Eng’Co
#pejuangkecil


Pembaptisan

PEMBAPTISAN~Salah satu tarian terkenal di Sulawesi Utara adalah "Tari Jajar." Nah, dulu saat kuliah (strata 1), pernah seorang dosen (imam) di ruangan kuliah berkata:

"Andaikata Anda kelak membaptis seorang menjadi Katolik, maka ada sukacita besar di surga." Alasannya tentu karena Sakramen Baptis memiliki daya untuk mempersatukan seseorang dengan Kristus.
Kata-kata dosen ini "dimodifikasi" oleh seorang Frater (sekarang sudah menjadi imam) menjadi seperti ini:

"Andaikata Anda kelak membaptis seorang anak menjadi Katolik, maka akan ada Tari Jajar di surga." Tentu karena menjadi Kristen Katolik adalah rahmat yang tiada hentinya.

Sekali Anda dibaptis di dalam Gereja Kristus ini, Anda takkan binasa selamanya, kecuali kalau berkhianat atau melawan Kristus dan Gereja-Nya alias berbalik haluan. Dan untuk Anda, para Imam Kristus, ketika membaptis seseorang menjadi Katolik, engkau menuruti perintah Kristus sebelum ia naik ke surga. Percayalah, upahmu besar di surga!

Eng’Co

#pejuangkecil

Ketaatan Iman

IMAN-“Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibr. 11:1).

Yesus, dengan banyak cara, mengajarkan supaya orang hidup taat, penuh kesiap-sediaan. “Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala. Dan hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang menanti-nantikan tuannya yang pulang dari perkawinan, supaya jika ia datang dan mengetok pintu, segera dibuka pintu baginya,” (Luk. 12:35-36). “Hendaklah kamu juga siap-sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu sangkakan,” (Luk. 12:40).

Ketamakan dan sikap konsumtif acap kali menggagalkan pengajaran Yesus ini dalam hidup orang Kristen. Maka penulis surat kepada orang Ibrani mengingatkan lagi supaya orang membangun hidup tidak berdasarkan sifat kedagingan-manusiawi. Konsekuensinya, beriman! Sebab iman adalah jaminan dari apa yang diharapkan (surga) dan keyakinan dari apa yang tidak diinginkan (neraka). Iman terarah seluruhnya ke masa depan dan hanya melekatkan diri pada apa yang tidak kelihatan. Sebab melalui iman orang sudah pasti memiliki barang-barang sorgawi (bdk. Ibr. 11:1).

Bahwa kekayaan merupakan suatu bahaya dan perlu disingkirkan dengan memberi sedekah. Ini ajaran Yesus yang paling disukai Lukas sehingga di dalam dua bukunya (Injil Lukas dan Kisah Para Rasul), ia banyak mengulas soal ini (Luk. 3:11, 5:11,28, 6:30, 7:5, 11:41, 12:33-34, 14:13,33, 16:9, 18:22, 19:8, Kis. 9:36, 10:2,4,31). Memberi sedekah adalah wujud dari iman, sekaligus perlawanan terhadap sikap tamak dan konsumtif; melawan mentalitas duniawi. Orang yang taat melakukan ajaran ini adalah orang yang juga penuh kesiap-sediaan menyambut sorga. Sebab saat itu ia sedang mengumpulkan harta sorgawi, yakni taat dan bersiap-sedia dalam imannya akan Yesus.

Ketaatan iman berarti menaklukkan diri dengan sukarela kepada Sabda (Yesus) yang didengar, karena kebenarannya sudah dijamin oleh Allah, yang adalah kebenaran itu sendiri. Sebagai contoh ketaatan ini Kitab Suci menempatkan Abraham di depan kita. Perawan Maria melaksanakannya atas cara yang paling sempurna. #KGK144

Eng’Co

#pejuangkecil 

Transfigurasi

TRANSFIGURASI-Hari ini Yesus dimuliakan di atas gunung. Dalam kalender Liturgi, ini merupakan Pesta: "Yesus menampakkan Kemuliaan-Nya." Yesus membawa Petrus, Yohanes dan Yakobus. Di atas gunung, ketika sedang berdoa, wajah Yesus berubah dan pakaian-Nya berkilau-kilau. Musa dan Elia juga hadir di situ dan berbicara dengan-Nya (Luk. 9:29-30).

Lukas, sang tabib itu, menggambarkan peristiwa ini sebagai suatu pengalaman pribadi Tuhan Yesus. Hal ini terjadi sewaktu Yesus berdoa dengan hangat. Dalam doa itu Yesus mendapatkan penerangan sorgawi tentang 'kepergian-Nya' (eksodos = Keluaran), artinya kematian-Nya kelak (bdk. Keb. 3:2; 7:6; 2Ptr 1:15). Kematian itu terjadi di Yerusalem, kota yang membunuh nabi-nabi (bdk. Luk. 13:33-34).

Satu hal yang unik dari peristiwa pemuliaan Yesus ini, yaitu ketiga Rasul yang "tertidur," Petrus, Yohanes dan Yakobus, meskipun kemudian mereka sempat menyaksikan Yesus dalam kemuliaan-Nya. Hal yang sama terjadi saat Yesus berdoa di kebun Getsemani (Luk. 22:45) sebelum menderita-sengsara. Kemanusiaan mereka nampak di sini.

Yesus siap untuk kelak menderita-sengsara dan wafat. Ini sudah diberitahukan jauh sebelumnya, termasuk pada saat transfigurasi ini. Kita hendaklah tidak tertidur kala pengorbanan itu hendak diwujudkan. Menderita bersama Yesus itu siap menyerahkan diri untuk pihak lain dengan meninggalkan zona nyaman kita.